Hari
Ketiga (Mutianyu Great Wall)
Salah satu highlight dari kunjungan ke
China, yaitu naik ke Great Wall. Setelah cari informasi ke sana kemari, maka
saya dan teman memutuskan untuk menyewa mobil & driver ke Mutianyu melalui
website http://www.tour-beijing.com/.
Pertimbangan apakah yang menjadikan kami
memutuskan untuk menyewa mobil berikut driver? Hanya satu alasan, supaya puas.
Selain itu, saya sudah sering dengar cerita bahwa kebanyakan tour akan membawa
turisnya ke toko-toko yang wajib dikunjungi oleh Pemerintah China. Akibatnya
waktu di Great Wall jadi sangat terbatas.
Agak mahal, karena hanya berdua, jadi
biaya sewa USD 125 hanya kami bagi 2. Biaya ini sudah include bahan bakar dan
supir. Tidak perlu pakai tambahan guide lagi karena tujuan kami juga cuma
hostel-Mutianyu-hostel. Sebenarnya ada tour lebih murah yang tersedia di Happy
Dragon Hostel, tapi kabarnya kalau ikut tour semacam itu pasti dibawa ke
toko-toko wajib, sementara di Great Wall nya hanya sebentar. Jadi kami cari
aman, tidak apa mahal sedikit yang penting puas.
Kalau tidak salah ingat, perjalanan ke
Mutianyu kurang lebih sekitar 1,5 jam. Ketika tiba-tiba sampe supirnya bilang “dao
le” alias “sudah sampai”, saya masih merem melek dan teman masih tidur :D. Saya
janjian jam 1 siang sama pak driver untuk di-pick up di tempat kami turun.
Beijing saat winter ternyata astaga naga
dinginnya. Padahal sudah pakai heattech extra warm dan berlapis-lapis baju
hangat yang saya punya. Mungkin karena kedinginan pula, otak ikutan beku, dan kami
langsung memutuskan beli cable car one way saja untuk turun dari Great Wall. Tanpa
mencari informasi kalau sebaiknya kami naik cable car juga untuk naik ke Great
Wall. Jadi di loket sebelum naik ke Great Wall, saya cuma beli tiket masuk
Great Wall, sementara tiket cable car untuk turun dari Great Wall hanya bisa
dibeli di loket di atas.
Papan petunjuk di sini menurut saya
kurang sekali. Sehabis beli tiket, tidak ada petunjuk harus menuju ke mana.
Untunglah bertemu dengan rombongan tour yang sedang di-briefing sama tour
guidenya sambil menatap peta Great Wall yang tergambar di dinding. Ternyata
Mutianyu Great Wall terbagi menjadi beberapa section berupa nomor, kalau naik
cable car bisa langsung ke section mana, kemudian untuk turun naik cable car
harus naik dari section yang mana. Semua tergambar jelas. Saya dan teman pun
kemudian memutuskan untuk naik sampai section 16 saja, kemudian dari sana
tinggal turun naik cable car.
Akhirnya kami mulai menaiki tangga yang
tersedia, mulai ngos-ngosan, bahkan keringetan, tapi kok ga sampe-sampe. Uda
pake duduk dulu makan strawberry yang kami bawa. Disalip sama turis bule yang
diantar naik oleh seorang guide, bahkan saat di turis bule udah turun lagi,
kami belum sampai juga. Tembok Chinanya belum keliatan juga. Setelah mendaki
hampir 45 menit, akhirnya mulai keliatan tembok kokoh besar di bagian atas
saya. Tapi tetep aja, ga sampe-sampe *merangkak di tangga*
capeeee |
Masih ga ada tanda-tanda penampakan tembok China di atas sana |
Akhirnyaaaa *menangis terharu* - terlihat dekat tapi ga sampe-sampe |
Mungkin karena winter, turis di Great Wall
terbilang sepi. Saya bebas berfoto di mana saja, tanpa takut foto bocor akibat
ada orang lewat dan ikut masuk ke dalam frame foto. Saya bebas berhenti di
setiap sudut, mengagumi kemegahan tembok China, sambil sesekali melongok ke
bagian luar tembok yang masih tertutup salju.
Cuma di bagian ini saya menemukan salju masih lumayan banyak tersisa di lantai-nya tembok China |
Sepi kan?? |
Sisa-sisa salju yang menutupi sekitar tembok China Mutianyu |
Mobil sewaan cuma sampe jam 3, maka
sekitar jam 1 saya uda mesti ketemu sama drivernya lagi untuk kembali ke
hostel. Maka diputuskan saya dan teman cuma akan mendaki sampai tower nomor 16
dan sekitar jam 12 saya dan teman segera menuju loket cable car dan naik cable
car kembali ke bawah. Ya ampyun... tau gitu kami naik cable car aja dari tadi.
Cuma 5 menit uda sampe, ga pake ngos-ngosan dan pasti masih banyak waktu untuk
naik sampai tower nomor 22.
Sebelum kembali ke hostel, saya mampir
makan siang dulu di salah satu tempat makan yang ada di area Mutianyu. Seorang adik kecil berumur 10
tahun yang lagi bantuin
mamanya, dan penasaran banget saya dan teman dari mana yang hari itu membantu kami memesan makanan.
Sampai di hostel, hari masih terang. Dalam
perjalanan balik, kami melewati daerah Yonghegong Lame Temple, ternyata ga
terlalu jauh dari hostel. Di sepanjang jalan, dari dalam mobil terlihat
berderet-deret toko-toko giok. Berhubung hari ini emang cuma kunjungan ke
Tembok China, jadi ga ada tujuan lain yang mau dicapai lagi hari ini. Saya dan
teman pun memutuskan kembali ke Yonghegong Lame Temple aja *kenapa ga ke Bird
Nest aja ya?*
Kami berdua menyusuri trotoar sambil
menikmati sunset. Tumben hari ini ga terlalu berkabut. Makin lama, makin gelap,
makin dingin haha. Toko yang kami kira toko giok, ternyata kebanyakan adalah
toko yang menjual peralatan sembahyang. Saya pun jajan kue, klo ga salah
namanya shao bing. Saya pesan yang isi kacang tanah. Bentuknya sebenarnya kaya
hotteok kalau di Korea, bedanya hotteok digoreng dan isinya cuma satu macem,
shao bing dipanggang dalam gentong dan adonan shao bing ini ditempel di dinding
gentong dan isinya beraneka rupa bisa dipilih. Unik banget cara masaknya.
Ntah kabut atau emang warnanya begini aja deh :D |
Keliatan kan ada sesuatu yang ditempel di dinding gentong |
Abis itu jajan lagi roti abon sama egg tart,
tapi ini disimpen buat bekal ke ski resort besok pagi karena pasti ga bakal
sempat cari sarapan dulu.
Malemnya, kami kembali ke Wangfujing.
Saya pengen cobain tanghulu, sambil liatin makanan-makanan ekstrim yang dijual
di sana. Bintang laut, kalajengking, kecoa, dst dst. Ngeliatin aja. Ga niat
untuk nyoba sama sekali.
Wangfujing yang selalu ramai - tapi lupa fotoin makanan-makanan ekstrim yang dijual di sana |
Di depan Miniso, ada penjual tanghulu.
Saya langsung beli, tapi bodohnya ga pake tanya harga. Pas bayar “ah di mark up
nih, ga mungkin buah-buahan ditusuk di lidi dan dilumuri gula cair ini harganya
RMB 20 alias sekitar 44.000 rupiah.” Tapi tanghulu sudah terlanjur di tangan,
daripada dikeplak, ya uda bayar aja. Dan kemudian saya tahu saya emang
diboongin karena di Shanghai, harga tanghulu Cuma RMB 8, dan pas beli lagi pun
paling mahal cuma RMB 12, itupun buahnya strawberry besar-besar dan manis, tapi
gulanya lebih enak yang di Beijing.
Foto bersama tanghulu mahal di depan gerbang yang dalamnya menjual berbagai souvenir dan makanan-makanan ekstrim |
Hari ke-3 di Beijing pun ditutup dengan yang manis *alias tanghulu*, tapi mahal
No comments:
Post a Comment