Sunday, October 23, 2016

Bertualang di Negeri Tirai Bambu (part 4)

Good Bye Beijing, Hello Shanghai 
Hari terakhir di Beijing, saya belum beli titipan mama. Goji berry. Kemarin-kemarin lihat di supermarket, harganya lebih mahal daripada di Indonesia. Sebenernya hari-hari awal di Beijing uda sempet ngelirik, di pasar kaget depan hostel ada yang jual. Tapi karena hari-hari berikutnya selalu keluar pagi, ga sempet mampir ke pasar dulu. Jadi pagi-pagi bela-belain ke pasar. Ga pagi-pagi amat juga sih, karena jam 7 di Beijing mirip jam 5 pagi di Jakarta. Sepertinya efek winter, sunrise lebih siang tapi sunset lebih cepat.

Pasarnya rame banget, penjual saling teriak bersahut-sahutan menawarkan barang dagangannya. Saya jalan cepat-cepat sambal deg-degan kok ga ada yang jual goji berry. Akhirnya nemu jg dan hitungannya bukan per kilo tapi per jin. Saya beli 2 jin, seharga total RMB80. Ntah sih lebih murah apa lebih mahal sama di Jakarta. Tapi selisihnya sedikit dan goji berry nya lebih fresh. Manis, masih agak basah. Enak.

Terus saya beli jeruk 1 jin. Titipan teman, sekalian buat bekal jajan di kereta nanti malam. Perjalanan Beijing – Shanghai ditempuh kurang lebih selama 12 jam. Klo ga punya jajan, ntar laper gimana :p
Jeruknya juga murah. Kalau ga salah inget, 1 jin itu hanya RMB7. Enak, manis lagi.

Setelah rapi packingnya, kami berdua check out dari hostel, tapi menitipkan barang bawaan di hostel. Tujuan terakhir di Beijing hari ini adalah Tiananmen Square dan Forbidden City. Hari terakhir di Beijing, saya ditemani kabut asap yang cukup tebal. Sejauh mata memandang, semua kabut. Ga asik ih. Tapi syukurlah ga perlu sampai harus pakai masker N95 yang sudah dibawa. Selain karena asapnya ga berbau, mata juga ga sampe perih. Anggaplah masih dalam kadar aman haha.
Kabut asap hari itu
Kami naik Metro sampai ke Tiananmen Square, dan dari exit untuk masuk ke Tiananmen Square, kok ternyata ada pagar dan ada antrian warga yang sambil bawa KTP? Atau tanda pengenal apalah untuk masuk ke sana. Atau ada tiketnya? Ga tau deh. Tanya ke salah satu petugas pun ga membuahkan hasil. Ditanya apakah pakai tiket, kalo iya beli di mana. Katanya harus pakai tiket terus doi nunjuk-nunjuk ke satu tempat. Tapi pas disamperin ga ada apa-apa di sana T_T
Akhirnya balik lagi ke kerumunan orang-orang, dan liat ada yang keluarin paspor, ya uda ikutan antri sambil pegang paspor di tangan. Langsung dikasi lewat. Sementara penduduk lokalnya mesti keluarin kartu identitas dan di-scan dulu. Ntah apa maksudnya.

Pas di sana tuh masih bingung, manakah yang Tiananmen Square, manakah yang Forbidden City. Tapi sekarang saya sudah tau hihi.
Tiananmen Square ini 3 sisinya dikelilingi gedung-gedung, tapi saya ga tau juga itu gedung apa aja ahaha.. Sementara sisi satunya menghadap ke Forbidden City.
Tiananmen Square yang menghadap ke gerbang Forbidden City - kabutnya luar biasa ya
 Hari ini dinginnn amit-amit, dan angin rasanya lebih kencang. Tangan sampai mati rasa, pakai sarung tangan tapi susah mau foto pake touch screen. Setelah muter-muterin, akhirnya saya dan teman turun ke jalan bawah tanah, menyebrang menuju ke Forbidden City. Mayann anget sebentar lah di kolong haha.

Walau dingin, ternyata Forbidden City cukup ramai juga. Sayang, mungkin saya datang di saat yang ga tepat. Catnya sudah pudar, jadi kayanya kurang wow gitu. Mungkin belum jadwalnya pengecatan ulang. Memasuki pintu gerbangnya, saya berasa kerdil banget. Pintu segede gitu. Sementara saya kecil doank ada di bagian bawahnya.

Sebelum beli tiket masuk, temen ngajakin masuk ke salah satu toko souvenir yang ada. Aduh ini lumayan banget buat menghangatkan badan. Sambil liat-liat barang yang dijual, sambil menyerap hangat sebanyak-banyaknya haha.
Pas uda deket loket, temen kok ragu-ragu mo beli tiket untuk masuk atau ga *kebiasaan!!* udah di sini masak iya ga mo masuk. Akhirnya beli tiket, tanpa sewa guide elektroniknya. Saya ga ngitung lagi ada berapa lapis pintu di dalam Forbidden City. Masuk pintu, ketemu halaman luassss, jalan di sana, eh ada pintu lagi, di balik pintu, ada halaman luas lagi. Gitu aja terus hihihi.
Sebenarnya rasanya mirip kaya Gyeongbokgung Palace di Seoul kali ya. Istana-istana gitu, yang dalemnya luasssss.. ampe cape ngejalaninnya.
Uda gitu dingin buanget pula. Untunglah beberapa toko souvenir bertebaran di dalam lingkungan Forbidden City. Jadi bisa masuk, liat-liat dan menyerap hangat lagi. Heat pack yang saya bawa ga kuat melawan dinginnya Beijing. Anget yang dihasilkan samar-samar doank.

Bagian depan Forbidden City dengan foto tuan Mao terpampang di dinding bagian depannya
Betapa luas dan besarnya Forbidden City
Coba ada hamparan salju di dalam Forbidden City, pasti lebih menarik lagi deh. Berhubung ga sewa guide eletronik, maka saya pun ga tau juga kisah sejarah di dalamnya, tentang bangunan-bangunan di dalamnya. Cuma yang pasti, pas nonton film The Last Emperor sepulang dari Beijing, saya tau kayanya itu film syutingnya emang di dalem Forbidden City hihi.
Pasti pernah deh liat pemandangan kaya gini di film-film silat atau film-film kerajaan gitu
 Saking gedenya, sampe temen saya tanya ke penjaga toko souvenir, masih seberapa jauh kah pintu exit dari toko souvenir yang lagi kami kunjungi haha. Ternyata ga gitu jauh lagi, makanya pas liat sign “EXIT” langsung girang setengah mati. Dan setelah masuk ke dalam Forbidden City, ga bisa balik arah lagi buat ke luar dari pintu masuk. Harus ngabisin ngejalanin 1 kompleks. Begitu keluar, di depan gerbang keluar ada Jingshan Park. Seharusnya kami naik ke sana. Katanya bisa lihat komplek Forbidden City dari atas bukit. Sayang, temen ga mau, dan kabut lagi tebel banget. Mungkin kalau ke sana juga ga terlalu keliatan juga komplek Forbidden City-nya karena ketutup kabut.
Jingshan Park yang tadinya mau didatengin tapi urung karena kabut terlalu tebal
Pintu keluar Forbidden City yang beda sama lokasi pintu masuknya, bikin kami bingung gimana pulang ke hostel. Untung lah ada papan-papan petunjuk arah. Di dekat pintu keluar ini banyak pedagang kaki lima, dan saya tergoda beli jagung rebus. Mikirnya “kan jagung anget nih, udara lagi dingin banget. Lumayan lah buat pegang-pegang di tangan” ternyata.... penonton kecewa. Jagungnya dingin, sedingin udara hari itu. Enak sih, tapi ga jadi dapat kehangatan dari jagung deh.
Kami jalan kaki mengikuti papan petunjuk, sambil ngemilin jagung. Ternyata, tiba-tiba kami sampai di daerah yang cukup familiar. Yak, kami tiba di hostel. Ya ampyun, ternyata deket haha.

Sampai di hostel, kami duduk sebentar, re-packing, dan akhirnya, chu fa! See you Happy Dragon Hostel. Kami pun menuju Beijing Railway Station untuk naik train menuju Shanghai.
Bagian dalam Beijing Railway Station - tas saya sudah penuh padahal belum ke Shanghai

Bagian dalam train-nya. Nyaman banget
Lorong di gerbong sleeper train

Setelah hampir 12 jam di kereta, duduk *gara2 ga berani nyobain sleeper train*, akhirnya kami sampai di Shanghai. Begitu sampai di Shanghai, teman saya langsung uji nyali mencoba toilet umum di stasiun. Padahal di dalam kereta toiletnya bersih buanget. Tapi hasrat ingin pipis baru muncul saat kena dinginnya udara Shanghai. Padahal Shanghai jauh lebih “hangat” dibanding Beijing dengan suhu di sekitaran 10 derajat Celcius. Bandingkan dengan Beijing yang suhunya selalu di bawah 0 derajat Celcius.

Jadi toiletnya katanya sih, ada sekat-sekatnya. Aman. Tapiii... klosetnya itu.... tak bersekat. Alias berada dalam 1 aliran yang sama. Kalau kita masuk di bilik ke-3, dan kalau di bilik ke-1 dan ke-2 lagi ada orang, maka bakal ada yang “lewat-lewat” tuh karena semuanya bermuara ke satu titik. Pokoknya gitu deh haha.

Dari Shanghai Railway Station, kami naik Metro ke Shanghai Fish Inn Bund. Kartu Metronya beli lagi, namanya Jiao Tong Ka. Tapi saya lupa berapa yang harus disimpan sebagai deposit. Kami pun berjalan mengikuti petunjuk arah untuk sampai ke Shanghai Fish Inn Bund. Sampai di sana, kami disambut resepsionis yang ramah dan fasih banget berbahasa Inggris, dan menginformasikan kamar di sini full. APA?? Untung informasi itu bukan akhir dari segalanya :p
Jadi kami di-refer untuk menginap di Shanghai Fish Inn Bund yang lain, yang lokasinya justru lebih dekat dari exit 6 Metro Station. Oke, sip. Tapi kan jadi kudu jalan balik lagi sambil menahan beban carrier yang berat *lap keringet*

Sambil diantar salah satu staff, kami berjalan menuju sebuah gang, yang bikin saya berasa lagi di Binjai. Mirip banget. Ternyata tempat kami menginap selama di Shanghai ada di gang ini, dan sepertinya kami ga bisa jauh-jauh dari pasar. Sampe cekikikan sendiri pas liat ada beberapa pedagang yang jualan di depan hotel. Begitu check in, kami langsung dipersilakan masuk kamar. Beruntung sekali, karena saat itu masih sekitar jam 9 pagi. Begitu masuk kamarnya, langsung berasa legaaa banget. Setelah kemarin di Beijing dapat kamar apa adanya sesuai harga yang kami bayar. Maka di Shanghai ini terasa begitu istimewa, mewah sekali rasanya. Kamar yang modern, luas, dengan kamar mandi yang manusiawi showernya hihi. Kami pun langsung berbenah, mandi, menyegarkan diri setelah perjalanan hampir 12 jam di kereta.
Kamar yang sangat nyaman di Shanghai Fish Inn Bund
Setelah siap, saatnya bertualang di Shanghai. Kami menyasarkan diri di daerah keramaian Shanghai, berjalan tanpa tujuan yang jelas. Sambil berniat cari makan siang. Ternyata kami berjalan di daerah SCBD nya Shanghai, kantor di mana-mana. Dan karena pas jam makan siang, jadi banyak pegawai kantoran yang lagi ke luar cari makan. Akhirnya kami memutuskan masuk ke salah satu restoran, pesennya nasi goreng huahahaha. Temen jalan saya ga suka makan nasi, alhasil pesennya 1 porsi nasi goreng untuk ber-2. Tapi nambah lauk yang lain lagi. Cuma pelayannya bingung kok cuma pesen dikit padahal 2 orang :p

Abis makan kami jalan kaki lagi, tanpa arah. Saya mampir ke sebuah toko yang jual tanghulu. Cuma RMB8 sodara-sodara. Bukan RMB20 seperti di Wangfujing. Haizz..
Shanghai terasa lebih modern dari Beijing, atau mungkin karena saya jalan-jalan nya di area SCBD ya. Sempat lihat hon on hop off bus yang bisa digunakan untuk keliling Shanghai dengan beberapa pilihan rute yang ada.
Setelah berjalan-jalan sambil menebak-nebak arah, akhirnya kami sampai di East Nanjing Road Pedestrian Walk. Sebuah area yang sepanjang jalannya terdiri dari berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Berbagai merk tersedia di sini, dan yang menakjubkan, toko Innisfree 2 lantai ada di ujung jalan dan mentereng banget kalau dilihat dari luar. Rasanya pas di Korea kemarin, saya ga lihat ada toko Innisfree yang segede di Shanghai ini. 
Nanjing Pedestrian Road - masih siang jadi belum keliatan meriah
Uda malem, lampu-lampu menyala dan terlihat makin meriah

Toko Innisfree yang guedee banget
Coklat semua!!
Bahkan ada toko M&M yang jual coklat M&M dan disusun rapi banget per warna, dengan tulisan the great wall of chocolate. Berbagai pernak pernik bernuansa M&M ada di toko ini.

Ternyata lagi, akhirnya kami tahu kalau hotel tempat kami menginap ini lokasinya memang sangat strategis. Malam itu kami pulang dari Nanjing Road dengan berjalan kaki sampai hotel. Dekat sekali ternyata.

No comments:

Post a Comment