Monday, August 22, 2016

Bertualang di Negeri Tirai Bambu (part 1)



Hari Pertama (Jakarta – Hongkong – Beijing)
Tanggal 18 Desember 2016, jam 3 pagi saya dan temen udah menuju bandara. Maklum lah, nasib tiket promo, yang murah cuma penerbangan jam 5 pagi. Masih terlalu pagi sampai-sampai counter wrap bagasi di bandara pun belum buka. Untunglah saya dan teman sudah antisipasi dengan membawa trash bag hitam dan lakban untuk membungkus carrier kami. Jadi buat yang bawa carrier, pastikan bahwa carrier selalu di-wrap untuk mencegah carrier rusak saat masuk ke bagasi.  
empat tas yang kami bawa ke China, 2 di antaranya dibungkus trash bag karena mau masuk ke bagasi

Sungguh, ini bukan sampah. Ini carrier keren kami yang sudah dibungkus trash bag
Jam 11 siang waktu Hong Kong, saya dan teman sampai di Hong Kong untuk transit selama 1 jam.
Sesuai jadwal, jam 15.20 waktu Beijing (cuma 1 jam lebih cepat daripada Jakarta), kami pun mendarat di Beijing. Begitu keluar dari pesawat, udara dingin langsung menyapa. Hello again, huge freezer.
Nonton Song Seung Heon di pesawat, sambil berharap ada adegan yang sama kejadian beneran
Begitu selesai antri di imigrasi, menunggu bagasi, dan berganti pakaian untuk menghadapi suhu udara minus di luar sana, kami menuju ke Happy Dragon Hostel.
Dari Beijing International Airport, kami menuju ke kota menggunakan airport express yang tiketnya bisa dibeli langsung di loket airport express seharga 25RMB. Kami turun di Dongzhimen station, kemudian dari situ kami melanjutkan perjalanan ke Dongsi Station yang merupakan station terdekat menuju ke hostel. Di Dongzhimen kami membeli yikatong, semacam ezylink card di Singapore, atau T-Money di Korea. Harga yikatong 50RMB, di mana 20RMB merupakan deposit yang akan dikembalikan jika kita mengembalikan kartu sebelum meninggalkan Beijing. Untuk mempermudah melihat peta metro, saya sudah download aplikasi di handphone.

Kami menuju exit B Dongsi Station, kemudian menyebrang jalan dan menuju ke gang di sebelah kantor pos. Tinggal berjalan terus saja sampai menemukan papan nama Happy Dragon Hostel yang bersinar terang dalam gelap ada di sisi kanan. Secara lokasi sebenarnya cukup ok, walau harus berjalan di gang gelap tanpa lampu setiap malam, untunglah aman tanpa gangguan sama sekali.

Setelah check in dan meletakkan barang, saya dan teman memutuskan untuk mencoba bebek peking yang terkenal di restoran bernama Quan Ju De di Wangfujing. Sayangnya, tidak ada petunjuk yang jelas bagaimana cara menemukan bebek ini setelah keluar dari station metro Wangfujing. Alhasil setelah berjalan cukup jauh di Wangfujing Avenue, saya memutuskan untuk memberanikan diri menghampiri pak Polisi yang sedang berjaga di sana. Ternyata saya sudah keterusan. Patokannya adalah China Photo Studio yang hurufnya berwarna merah, dan masuk lah ke jalan kecil yang ada di depannya. Quan Ju De ada di kiri jalan. Makan malam pertama kami di Beijing, mahal! Tapi berkesan. Kami pesan ½ ekor bebek peking, dan 1 jenis lauk yang kami kira tahu goreng tapi ternyata sepertinya daging bebek juga, dan kami ga doyan T_T
Bebek pekingnya enak, cuma saya pada dasarnya ga terlalu doyan daging. Jadi lebih menikmati best part dari si bebek yaitu berupa selembar kecil kulit bebek yang dipanggang dengan sempurna, kemudian dicocol dengan gula pasir pas makan. Begitu digigit, mulut rasanya meriah banget. Minyak dari kulit bebek yang crispy beradu dengan gula pasir yang kriuk-kriuk. Enak! Siapa ya yang menciptakan perpaduan kulit bebek dengan gula pasir ini. Brilian banget.
Makan bebek Peking di Peking

Sudah cukup malam sehingga kami tidak ke mana-mana lagi dan memutuskan kembali ke hostel untuk menebus kurang tidur supaya di hari ke-2 besok badan ga kecapean.

Hari Kedua (Summer Palace, Temple of Heaven)
Kami kesiangan bangun, sehingga baru keluar hostel jam 10-an, makan Mc Donald dulu di dekat Dongsi Station, baru menuju Summer Palace. Mungkin karena kesiangan, pork burger-nya pun udah abis.
Untuk menuju Summer Palace, bisa naik metro turun di BeigongMen Station. Di dalam station, sudah ada petunjuk ke pintu mana harus exit untuk mencapai Summer Palace. Kemudian dari exit itu, berjalan ke kiri saja sampai menemukan gerbang masuk Summer Palace. Tiket masuknya RMB40. Di depan loket banyak calo *iya, anggap aja calo* yang asumsi saya sih nawarin jasa tour di Summer Palace. Summer Palace sangat luas, dan harusnya beli map yang dijual (lupa berapa harganya, tapi akhirnya ga iklas beli) supaya tahu tujuan dan ada apa saja di dalam Summer Palace. Karena ga pegang map, jadi jalan di dalam Summer Palace tanpa tujuan, sempat mampir sebentar ke sebuah tea house yang sayang bangunannya kurang terawat dan harga teh nya muahal banget. Untung bawa minum sendiri. Makan juga sharing aja. Kalau saja kami mau sabar sedikit, beberapa ratus meter dari tea house ternyata ada food court dan toko souvenir :D
Sungai yang hampir membeku di Summer Palace
Tidak sampai habis kami memutari Summer Palace, kami harus menuju ke Temple of Heaven.
Untuk menuju ke Temple of Heaven, kami turun di station Tian Tan Dong Men. Saya curiga sebenernya tujuan kami ini sudah tutup, karena informasi yang saya baca bahwa temple tutup jam 5. Tapi kok loketnya buka ya. Ya sudah langsung buru-buru beli tiket dan masuk ke dalam. Ternyata di dalamnya ada taman cukup luas, ada om-om dan tante-tante yang main ntah kartu atau catur China, barulah kemudian ada gerbang lagi untuk masuk ke Temple of Heaven. Dan benar saja, gerbangnya sudah tutup T_T saya kesorean. Harusnya pagi ke Temple of Heaven dulu, baru ke Summer Palace.
Cuma bisa liat Temple of Heaven dari luar
Kecewa karena ga bisa ke Temple of Heaven, kami langsung cari makan, kebetulan di seberang ada mall. Kami sudah antri di Yoshinoya, tapi waktu melihat menunya, kok kayanya ga menarik ya. Akhirnya kami kabur dan menemukan food court di dalam mall. Begitu tiba di 1 stand makanan, saya lgsg “oke saya mau yang ini aja”. Soalnya ada nasinya *penting*, telor kukus, sayur hijau cah bawang putih dan sop lobak iga babi. Berasa sayur di rumah masakan mamak haha.

Selesai makan kami ke Sanlitun. Tujuan utama cuma mau belanja di Uniqlo, kali-kali lebih murah dari di Jakarta. Dari station Tuan Jie Hu, kami menyusuri jalan sambil kedinginan, sambil khawatir berjalan ke arah yang salah. Tapi begitu melihat keramaian di depan mata, saya tau kalo kami sudah menuju ke arah yang benar. Ada di Sanlitun, rasanya kaya bukan di Beijing. Beijing yang biasanya terkesan kuno, dengan bangunan-bangunan bernilai sejarah, tidak terasa di Sanlitun. Sanlitun terasa sangat modern, dengan deretan toko-toko bermerk, cafe/bar tempat nongkrong.
Untunglah heattech extra warm sedang promo buy 1 get 1. Lumayan banget lebih murah jadinya dibanding di Jakarta. Heattech extra warm ini kami butuhkan besok saat naik ke tembok China. Takut kedinginan.
Kemeriahan Sanlitun
 Di Sanlitun ada supermarket, jadi kami sempatkan belanja sedikit untuk bekal, dan jajan es di sebuah cafe bernama “Ice Monster”. Dasar edan ya, sedang musim dingin malah jajan es.
Untunglah waktu pulang kembali ke hostel, kami tidak extra kedinginan akibat menyantap es.