Saturday, October 15, 2016

Bertualang di Negeri Tirai Bambu (part 2)

Hari Ketiga (Mutianyu Great Wall)
Salah satu highlight dari kunjungan ke China, yaitu naik ke Great Wall. Setelah cari informasi ke sana kemari, maka saya dan teman memutuskan untuk menyewa mobil & driver ke Mutianyu melalui website http://www.tour-beijing.com/.
Pertimbangan apakah yang menjadikan kami memutuskan untuk menyewa mobil berikut driver? Hanya satu alasan, supaya puas. Selain itu, saya sudah sering dengar cerita bahwa kebanyakan tour akan membawa turisnya ke toko-toko yang wajib dikunjungi oleh Pemerintah China. Akibatnya waktu di Great Wall jadi sangat terbatas.

Agak mahal, karena hanya berdua, jadi biaya sewa USD 125 hanya kami bagi 2. Biaya ini sudah include bahan bakar dan supir. Tidak perlu pakai tambahan guide lagi karena tujuan kami juga cuma hostel-Mutianyu-hostel. Sebenarnya ada tour lebih murah yang tersedia di Happy Dragon Hostel, tapi kabarnya kalau ikut tour semacam itu pasti dibawa ke toko-toko wajib, sementara di Great Wall nya hanya sebentar. Jadi kami cari aman, tidak apa mahal sedikit yang penting puas.

Kalau tidak salah ingat, perjalanan ke Mutianyu kurang lebih sekitar 1,5 jam. Ketika tiba-tiba sampe supirnya bilang “dao le” alias “sudah sampai”, saya masih merem melek dan teman masih tidur :D. Saya janjian jam 1 siang sama pak driver untuk di-pick up di tempat kami turun.
Sipit efek baru bangun tidur tau-tau sampe
Beijing saat winter ternyata astaga naga dinginnya. Padahal sudah pakai heattech extra warm dan berlapis-lapis baju hangat yang saya punya. Mungkin karena kedinginan pula, otak ikutan beku, dan kami langsung memutuskan beli cable car one way saja untuk turun dari Great Wall. Tanpa mencari informasi kalau sebaiknya kami naik cable car juga untuk naik ke Great Wall. Jadi di loket sebelum naik ke Great Wall, saya cuma beli tiket masuk Great Wall, sementara tiket cable car untuk turun dari Great Wall hanya bisa dibeli di loket di atas.  

Papan petunjuk di sini menurut saya kurang sekali. Sehabis beli tiket, tidak ada petunjuk harus menuju ke mana. Untunglah bertemu dengan rombongan tour yang sedang di-briefing sama tour guidenya sambil menatap peta Great Wall yang tergambar di dinding. Ternyata Mutianyu Great Wall terbagi menjadi beberapa section berupa nomor, kalau naik cable car bisa langsung ke section mana, kemudian untuk turun naik cable car harus naik dari section yang mana. Semua tergambar jelas. Saya dan teman pun kemudian memutuskan untuk naik sampai section 16 saja, kemudian dari sana tinggal turun naik cable car.
Peta Mutianyu Great Wall - maap yang neng, kefoto
Akhirnya kami mulai menaiki tangga yang tersedia, mulai ngos-ngosan, bahkan keringetan, tapi kok ga sampe-sampe. Uda pake duduk dulu makan strawberry yang kami bawa. Disalip sama turis bule yang diantar naik oleh seorang guide, bahkan saat di turis bule udah turun lagi, kami belum sampai juga. Tembok Chinanya belum keliatan juga. Setelah mendaki hampir 45 menit, akhirnya mulai keliatan tembok kokoh besar di bagian atas saya. Tapi tetep aja, ga sampe-sampe *merangkak di tangga*
capeeee

Masih ga ada tanda-tanda penampakan tembok China di atas sana
Akhirnyaaaa *menangis terharu* - terlihat dekat tapi ga sampe-sampe
Ketika akhirnya sampe, kami udah ga kedinginan lagi di atas, akibat exercise menaiki tangga selama kurang lebih 45 menit. Ada untungnya juga ya naik tangga, jadi ga kedinginan lagi.
Mungkin karena winter, turis di Great Wall terbilang sepi. Saya bebas berfoto di mana saja, tanpa takut foto bocor akibat ada orang lewat dan ikut masuk ke dalam frame foto. Saya bebas berhenti di setiap sudut, mengagumi kemegahan tembok China, sambil sesekali melongok ke bagian luar tembok yang masih tertutup salju.
 
Cuma di bagian ini saya menemukan salju masih lumayan banyak tersisa di lantai-nya tembok China

Sepi kan??

Sisa-sisa salju yang menutupi sekitar tembok China Mutianyu
Lucunya lagi, tiba-tiba ada seekor anjing yang kaya jadi guide buat saya dan teman. Anjing itu jalan di depan saya, sambil sesekali menengok ke belakang, semacam memastikan saya masih ada di belakangnya. Kalau saya berhenti foto, si anjing bakal berhenti, semacam nungguin. Ada sekali waktu, si anjing menyelinap ke arah luar tembok, karena saya ga ngikutin, eh anjingnya masuk balik ke tembok lagi. Sampai akhirnya si anjing bete ninggalin saya, karena saya kelamaan berhenti di 1 spot hihi.
Can you spot the dog here?
Mobil sewaan cuma sampe jam 3, maka sekitar jam 1 saya uda mesti ketemu sama drivernya lagi untuk kembali ke hostel. Maka diputuskan saya dan teman cuma akan mendaki sampai tower nomor 16 dan sekitar jam 12 saya dan teman segera menuju loket cable car dan naik cable car kembali ke bawah. Ya ampyun... tau gitu kami naik cable car aja dari tadi. Cuma 5 menit uda sampe, ga pake ngos-ngosan dan pasti masih banyak waktu untuk naik sampai tower nomor 22.

Sebelum kembali ke hostel, saya mampir makan siang dulu di salah satu tempat makan yang ada di area Mutianyu. Seorang adik kecil berumur 10 tahun yang lagi bantuin mamanya, dan penasaran banget saya dan teman dari mana yang hari itu membantu kami memesan makanan.  
Sampai di hostel, hari masih terang. Dalam perjalanan balik, kami melewati daerah Yonghegong Lame Temple, ternyata ga terlalu jauh dari hostel. Di sepanjang jalan, dari dalam mobil terlihat berderet-deret toko-toko giok. Berhubung hari ini emang cuma kunjungan ke Tembok China, jadi ga ada tujuan lain yang mau dicapai lagi hari ini. Saya dan teman pun memutuskan kembali ke Yonghegong Lame Temple aja *kenapa ga ke Bird Nest aja ya?*

Kami berdua menyusuri trotoar sambil menikmati sunset. Tumben hari ini ga terlalu berkabut. Makin lama, makin gelap, makin dingin haha. Toko yang kami kira toko giok, ternyata kebanyakan adalah toko yang menjual peralatan sembahyang. Saya pun jajan kue, klo ga salah namanya shao bing. Saya pesan yang isi kacang tanah. Bentuknya sebenarnya kaya hotteok kalau di Korea, bedanya hotteok digoreng dan isinya cuma satu macem, shao bing dipanggang dalam gentong dan adonan shao bing ini ditempel di dinding gentong dan isinya beraneka rupa bisa dipilih. Unik banget cara masaknya.
Ntah kabut atau emang warnanya begini aja deh :D
Keliatan kan ada sesuatu yang ditempel di dinding gentong
Dan saya lapar mata, pas liat ada stand yang jual berbagai jajanan, saya pun jajan lagi. Cumi ditusuk pakai tusukan sate, kemudian ntah dipanggang atau diapain, dikasi bumbu-bumbu. Terlihat menarik, tapi ternyata rasanya aneh. Tapi uda dibeli, mesti diabisin :p
Abis itu jajan lagi roti abon sama egg tart, tapi ini disimpen buat bekal ke ski resort besok pagi karena pasti ga bakal sempat cari sarapan dulu.

Malemnya, kami kembali ke Wangfujing. Saya pengen cobain tanghulu, sambil liatin makanan-makanan ekstrim yang dijual di sana. Bintang laut, kalajengking, kecoa, dst dst. Ngeliatin aja. Ga niat untuk nyoba sama sekali.
Wangfujing yang selalu ramai - tapi lupa fotoin makanan-makanan ekstrim yang dijual di sana
Ternyata di gang ini, meriah banget. Banyak yang jualan oleh-oleh, mungkin kaya di Bugis atau Chinatown kalau di Singapore. Dan yang menyenangkan, ada Miniso. Toko seperti Daiso yang menjual barang-barang lucu nan murah. Walau ga sebesar dan selengkap Daiso, tapi lumayan banget saya dapet botol minum kaca ukuran 370ml di sini seharga hanya sekitar 40.000 rupiah.

Di depan Miniso, ada penjual tanghulu. Saya langsung beli, tapi bodohnya ga pake tanya harga. Pas bayar “ah di mark up nih, ga mungkin buah-buahan ditusuk di lidi dan dilumuri gula cair ini harganya RMB 20 alias sekitar 44.000 rupiah.” Tapi tanghulu sudah terlanjur di tangan, daripada dikeplak, ya uda bayar aja. Dan kemudian saya tahu saya emang diboongin karena di Shanghai, harga tanghulu Cuma RMB 8, dan pas beli lagi pun paling mahal cuma RMB 12, itupun buahnya strawberry besar-besar dan manis, tapi gulanya lebih enak yang di Beijing. 
Foto bersama tanghulu mahal di depan gerbang yang dalamnya menjual berbagai souvenir dan makanan-makanan ekstrim
Hari ke-3 di Beijing pun ditutup dengan yang manis *alias tanghulu*, tapi mahal

No comments:

Post a Comment